Ketum THI Minta Kementerian Lingkungan Hidup Gugat Perdata Minta Ganti Rugi Efek Kerusakan Lingkungan Perusahaan Bakar Tebu
Lampung, transsewu.com – Terkait Putusan Mahkamah Agung mencabut Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana Diubah dengan Peraturan Gubernur Lampung No 19 tahun 2023 karena di anggap dapat mencemari dan merusak lingkungan.
Ketua Transformasi Hukum Indonesia, Wiliyus Prayietno,SH .MH., Kamis , 23 April 2024, meminta Kementerian Lingkungan Hidup melakukan Gugatan Perdata kepada pihak Koorperat karena dianggap telah merusak lingkungan hidup bahkan untuk membayar ganti kerugian pemulihan akibat pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh pembakaran panen tebu.
Hal itu pernah di lakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup melakukan Gugatan Perdata ke salah salah satu Koorperat sesuai Yurisprudensi Nomor Perkara 735/Pdt.G-LH/2018/PN .JKT.Utr , PT HAYI dinyatakan bersalah melakukan pencemaran lingkungan hidup dan Majelis Hakim menghukum untuk membayar ganti rugi senilai 12 miliar rupiah dan pihak perusahaan secara sukarela mau melaksanakan putusan secara sukarela bayar ganti kerugian.
Direktur Penyelesaian Sengketa KLHK, Jasmin Ragil di tahun 2020 menerangkan terdapat 12 Perusahaan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dinyatakan bersalah dan harus membayar ganti kerugian akibat pencemaran lingkungan dan ada nilai ganti kerugian lingkungan senilai 19 triliun yang belum di eksekusi.
Dijelaskan oleh Wiliyus adanya juga tindak pidana yang dapat diberlakukan kepada perusak lingkungan hidup.
” Sedangkan tindak pidananya diatur dalam UU PPLH (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup), yakni membuka lahan dengan dibakar merupakan pelanggaran yang dilarang sesuai Pasal 69 ayat 2, yakni pelaku diancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda antara Rp 3 miliar sampai Rp 10 miliar,” ujar Wiliyus Prayietno,SH MH.,
Seperti diberitakan sebelumnya,
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani menyampaikan apresiasi kepada Majelis Hakim terkait pencabutan Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023.
Pujian tersebut diberikan karena Mahkamah Agung mengabulkan uji materiil kepada peraturan tersebut. Hal itu bertujuan untuk hentikan panen tebu dengan cara membakar karena dapat mencemari dan merusak lingkungan.
“Kami juga mengapresiasi para ahli yang telah mendukung penyusunan Permohonan Uji Materiil ini,” kata Rasio dalam keterangan tertulis, Senin (20/5/2024).
Dia mengatakan peraturan tersebut telah menguntungkan pihak perusahaan perkebunan tebu. Panen tebu dengan cara membakar memang menghemat biaya panen, akan tetapi tindakan ini mengakibatkan kerugian yang sangat besar terkait dengan pelepasan emisi gas rumah kaca, kerusakan dan pencemaran lingkungan, serta mengganggu kesehatan masyarakat akibat asap dan partikel debu.
“Kebijakan Gubernur Lampung, yang memfasilitasi/mengizinkan panen tebu dengan cara membakar, harus dicabut. Kebijakan ini telah menguntungkan perusahaan secara finansial, dengan mengorbankan lingkungan hidup, masyarakat dan merugikan negara, serta bertentangan dengan undang-undang,” jelasnya.
“Kami sedang menghitung total kerugian lingkungan hidup guna menyiapkan langkah hukum lebih lanjut. Langkah hukum lebih lanjut harus dilakukan agar tidak ada lagi kebijakan-kebijakan dan/atau tindakan seperti ini yang menguntungkan pihak tertentu secara finansial, akan tetapi mengorbankan/merugikan lingkungan hidup, masyarakat dan negara, serta bertentangan dengan undang-undang,” sambungnya.
Sementara itu, Direktur Penanganan Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi (PPSA) Gakkum KLHK Ardyanto Nugroho mengatakan pemantauan hotspot yang dilakukan terlihat bahwa beberapa perkebunan tebu di Lampung, antara lain yaitu PT. SIL dan PT. ILP terindikasi adanya kebakaran lahan.
“Hasil pengawasan yang kami lakukan pada tahun 2021, berdasarkan perhitungan awal luas lahan yang dibakar di PT. SIL dan ILP mencapai 5.469,38 Ha. Sedangkan luas lahan yang dibakar pada tahun 2023, berdasarkan perhitungan awal mencapai 14.492,64 Ha. Total luas lahan yang dibakar dan seberapa besar kerugian lingkungan hidup sedang kami dalami bersama dengan tim dan ahli,” kata Ardyanto.
Ardyanto Nugroho menambahkan bahwa Permohonan Uji Materiil ini untuk ketertiban dan kepastian hukum serta lingkungan hidup yang baik dan sehat. Putusan Mahkamah Agung atas Uji Materiil ini menunjukkan bahwa panen dengan cara bakar itu ilegal.
“Selain itu, diharapkan dapat menyelamatkan lingkungan hidup serta menjamin hak kesehatan masyarakat, khususnya masyarakat Lampung, serta komitmen Indonesia untuk Perubahan Iklim,” tutupnya.
Sebagai informasi, Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dengan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 19 Tahun 2023, bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 13 Tahun 2022;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan;
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
5. Undang Undang Nomor 22 tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan;
6. Peraturan Menteri Pertanian No.53/Permentan/KB.110/10/2015 tentang Pedoman Budidaya Tebu Giling yang Baik, dan
7. Peraturan Menteri Pertanian No: 05/PERMENTAN/KB.410/1/2018 tentang Pembukaan dan/atau Pengolahan Lahan Perkebunan Tanpa Membakar.( rls)