Kasus Ibu Bunuh Bayi di Lampung Timur: LPHPA Serukan Pendampingan dan Soroti Ketimpangan Gender

Foto : Ilustrasi

TRANSSEWU.COM – Kasus memilukan seorang ibu yang menghilangkan nyawa bayi kandungnya yang baru berusia enam bulan di Lampung Timur kini memasuki tahap hukum. Kepolisian telah menetapkan sang ibu sebagai tersangka dan menjeratnya dengan Pasal 80 Ayat (3) dan Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, atau Pasal 338 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara hingga 15 tahun.

Foto : Ketua LPHPA Provinsi Lampung Toni Fisher

Ketua Lembaga Perlindungan Hak Perempuan dan Anak (LPHPA) Provinsi Lampung, Toni Fisher, menyuarakan keprihatinan mendalam atas peristiwa tersebut. Ia menegaskan pentingnya mendampingi tersangka secara hukum, mengingat tekanan berat yang diduga menjadi latar belakang tindakan tersebut.

Secara hukum, ibu ini bersalah karena menghilangkan nyawa anaknya. Namun, kita juga harus melihat alasan di balik perbuatannya. Ada beban mental yang sangat berat yang mungkin ia tanggung, terutama karena ketidakadilan dalam rumah tangga,” ujar Toni Fisher.

Menurutnya, salah satu faktor yang memengaruhi tindakan tersebut adalah absennya peran suami dalam menjalankan tanggung jawabnya. “Suami tidak boleh lepas tangan dalam situasi seperti ini. Ketidakpedulian terhadap kondisi ekonomi keluarga, serta minimnya peran dalam pengasuhan anak, menjadi akar masalah yang harus disoroti. Anak-anak menjadi korban, sementara suami merasa bebas menjalani hidupnya tanpa tanggung jawab,” tegasnya.

Toni Fisher menambahkan bahwa ketimpangan gender sering kali menciptakan tekanan bagi perempuan, terutama ibu rumah tangga yang harus menanggung beban ekonomi dan emosional sendirian. “Ketimpangan ini menciptakan situasi yang tidak sehat, di mana perempuan merasa terjebak dalam kemiskinan dan keputusasaan. Suami sebagai kepala keluarga harus bertanggung jawab penuh, baik secara moral maupun material, untuk mencegah tragedi seperti ini terulang,” katanya.

Ia juga mengajak para ahli hukum, aktivis perlindungan anak, dan pemerhati perempuan untuk turut menyuarakan pentingnya keadilan dalam kasus ini. “Pendekatan hukum yang manusiawi perlu diterapkan. Di satu sisi, tersangka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, tetapi di sisi lain, suami juga harus dimintai pertanggungjawaban atas ketidakpeduliannya yang turut menjadi pemicu masalah ini,” tambahnya.

Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya peran suami dan istri yang seimbang dalam membangun rumah tangga, serta perlunya perhatian khusus terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan perempuan. Pendekatan yang adil diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.(*)

 

Editor :Bambang.S.P

TRANSSEWU.COM

 

About The Author